TINJAUAN HISTORIS
KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP “REMAJA” PARAKAN
( TIONG HOA HWEE KOAN )

Oleh : Nur Muhammad Biantoro

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang yang mengatur tentang pendidikan di Indonesia secara historis telah mengalami beberapa kali perubahan. Dalam kurun waktu antara tahun 1945 sampai tahun 1975 tercatat beberapa kali mengalami perubahan. Beberapa perubahan dari undang-undang yang dimaksud adalah :
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 No. 550).
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 No. 38 dan Tambahan Lembaran Negara No. 550).
3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 No. 302 dan Tambahan Lembaran Negara No. 2361).
4. Undang-Undang No. 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 No. 80).
5. Undang-Undang No. 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 No. 81).
Perubahan undang-undang tersebut juga dibarengi dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang berupa Surat Keputusan Bersama Menteri yang jumlahnya belasan.
Pergantian demi pergantian aturan perundang-undangan pendidikan di Indonesia seringkali dihadapkan dengan tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat yang peduli dan mempunyai kepentingan dengan pendidikan di Indonesia. Penetapan tujuan pendidikan nasional dan pelaksanaan pendidikan agama merupakan beberapa contoh isu yang paling aktual dan santer diperdebatkan.
Masih segar dalam ingatan kita ketika proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 baru-baru ini, dimana terjadi pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat terutama pada pasal 12 ayat (1a) yang mengatur pendidikan agama, begitu pula Undang-Undang Sisdiknas sebelumnya (tahun 1989) pasal yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama juga menjadi isu penting hingga muncul berbagai SKB-SKB Menteri dan peraturan lainnya, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih juga mengalami kendala.
Akan tetapi disisi lain ada sejumlah lembaga pendidikan yang tidak terpengaruh dengan undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama, mereka dengan sendirinya telah melaksanakan peraturan tersebut sebelum Undang-Undang Sisdiknas ada, sebagai contoh Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan Temanggung.
Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan adalah lembaga pendidikan penerus dari Sekolah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Pergantian nama dari Tiong Hoa Hwee Koan menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan adalah akibat dari Peraturan Pemerintah pada tahun 1958 yang mewajibkan sekolah-sekolah asing di daerah setingkat kabupaten di seluruh Indonesia di“nasional”kan, diubah nama dan sistem jenjang pendidikannya. Semenjak pergantian nama tersebut yayasan ini lebih dikenal luas oleh masyarakat, sehingga mulai tahun 1958 Yayasan Pendidikan ”Remaja” Parakan telah banyak menerima siswa dari kalangan pribumi (Jawa) yang nota bene beragama Islam, bahkan hingga kini perbandingan antara siswa keturunan Tionghoa dengan Jawa lebih besar siswa yang keturunan Jawa (+ 75%).
Dari data yang didapat ketika penulis mengadakan pra penelitian disebutkan bahwa yayasan pendidikan ini telah melaksanakan pendidikan agama bagi siswa sesuai dengan agama siswa tersebut sejak awal sekolah ini didirikan. Ini menjadi hal yang cukup menarik untuk diteliti di mana diketahui bahwa Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan adalah lembaga pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh masyarakat keturunan Tionghoa yang nota bene beragama non Islam.
Bertolak dari fakta diatas penulis tergerak untuk mengadakan penelitian di Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan yang menurut penulis layak untuk diangkat dimana peraturan perundang-undangan yang mengatur pendidikan agama disekolah baru ada sejak Undang-Undang No. 4 tahun 1950 itu pun hanya berlaku di sekolah negara (negeri) dan sejauh pengetahuan penulis belum ada penelitian yang mengangkat kasus tersebut.


B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasar paparan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah kebijakan pihak sekolah atau Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah yang dikelola khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) “Remaja” Parakan. Dengan demikian, secara umum terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang bisa diangkat sebagai rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah kebijakan SMP “Remaja” Parakan terhadap pelaksanaan pendidikan agama di sekolah tersebut ?
2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi kebijakan pelaksanaan pendidikan agama di SMP “Remaja” Parakan ?
3. Bagaimanakah pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP “Remaja” Parakan ditinjau dari materi, metode, alokasi waktunya.


C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mendapat gambaran yang jelas dari konsep kebijakan pelaksanaan pendidikan agama terutama bagi siswa selain keturunan Tionghoa
2. Untuk mengetahui latar belakang dan faktor-faktor yang mempengaruhi dikeluarkannya kebijakan pelaksanaan pendidikan agama di SMP “Remaja” Parakan
3. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pendidikan agama terutama Pendidikan Agama Islam di SMP “Remaja” Parakan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
1. Sebagai bahan masukan penting bagi perbaikan kebijakan pelaksanaan pendidikan agama terutama dalam lembaga pedidikan yang berciri khas agama atau etnis tertentu dan lembaga pendidikan umum secara nasional dalam konteks Indonesia yang multi religi dan etnis.
2. Sebagai bahan pemikiran bagi instansi terkait, seperti Departemen Agama, Departemen Pendidikan dan Pengajaran (Depdiknas) dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya dalam membuat kebijaksanaan.
3. Sebagai bahan informasi bagi siapa saja yang berminat dalam masalah ini, terutama dalam bidang sejarah pendidikan.


D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang bersumber dari hasil penelitian terdahulu penyusun menemukan skripsi yang berjudul Studi Analisis Kebijakan Pendidikan Agama di Indonesia Tahun 1945-1994 karya Umi Hani (1996), dalam skripsi ini dibahas tentang undang-undang dan peraturan- peraturan pendidikan yang di dalamnya mengatur pendidikan agama.
Pada bagian pendahuluan dalam penegasan istilah skripsi Umi Hani, disebutkan bahwa kata “kebijakan” diartikan sebagai : kearifan mengelola, dasar-dasar haluan untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan-tindakan dalam mencapai tujuan. Kemudian dalam latar belakang masalahnya, Umi Hani menyebutkan :

“Dalam dataran praktis apa yang disebut dengan Pendidikan Agama banyak terbentuk pngajaran agama saja yang hanya menghasilkan pegetahuan hafalan dan rumus-rumus doktriner yang kurang mencerminkan fungsi pedagogiknya. Bahkan ditingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi nilai pendidikan agama belum mendapat pengakuan yang membanggakan.
Dengan melihat realitas di atas perlu meninjau kembali posisi Pendidikan Agama...”


Masalah yang diangkat dalam skripsi ini tertuang dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian, yaitu :
1. Mengetahui isi Undang-Undang Pendidikan Nasional tentang Pendidikan Agama di Indonesia sejak tahun 1945 - 1994.
2. Mengetahui posisi Pendidikan Agama di sekolah umum yang ada di Indonesia sejak tahun 1945 - 1994.
Kemudian dalam kesimpulan hasil penelitian disebutkan :
1. Posisi Pendidikan Agama pada masa Orde Lama (1945 – 1965) sebagai kurikulum tidak tetap dan bersifat fakultatif.
2. Posisi Pendidikan Agama pada masa Orde Baru (1966 – 1994) sebagai kurikulum tetap.
3. Posisi Pendidikan Agama sejak tahun 1989 telah dikemukakan dengan tegas sebagai salah satu isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional negara Republik Indonesia.
Umi Hani menyebutkan bahwa penelitiannya adalah sebagai penelitian kebijakan dan bersifat deskriptif. Dalam skripsinya tidak ada atau tidak diungkapkan landasan teorinya.
Sedangkan penelitian yang disusun oleh penyusun kata “kebijakan” diartikan sebagai : suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku. Kemudian latar belakang masalah yang diangkat berkisar tentang pelaksanaan undang-undang yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum yang masih banyak mengalami kendala akan tetapi ada sekolah yang telah konsisten melaksanakannya.
Penelitian ini diadakan untuk menjawab permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan agama di SMP "Remaja" Parakan ditinjau dari kebijakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP "Remaja" Parakan tersebut. Kemudian dalam skripsi ini dicantumkan landasan teori dan penelitian ditujukan untuk menjawab pertanyaan di atas.
Dari identifikasi skripsi Umi Hani di atas, sangatlah terlihat jelas bahwa skripsi atau penelitian yang penyusun lakukan sangatlah berbeda, baik dari segi latar belakang masalah, rumusan masalah, sistematika pembahasan serta hasil yang dicapai.


E. Kerangka Teoritik

Sering diperdebatkan oleh para ahli hukum dan masyarakat umum, apa perbedaan antara kebijaksanaan dengan kebijakan. Pedebatan ini terjadi karena kedua kata tersebut sama-sama belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti kebijkasanaan, begitu pula sebaliknya. Kebijakan diartikan sebagai kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.
Menghadapi perdebatan demikian, Ali Imron sebagai penulis buku Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, mengambil sikap tegas. Ia menyebut kebijaksanaan dalam pengertian policy dan kebijakan dalam pengertian wisdom. Kebijaksanaan (policy) adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun yang dimaksud untuk didikat oleh kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian kebijaksanaan dapat diidentikkan dengan hukum atau undang-undang. Sedangkan kebijakan (wisdom) adalah suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.
Dalam pembahasan skripsi ini istilah dan pengertian kebijakan yang sejalan dengan maksud penelitian adalah definisi yang dikemukakan oleh Ali Imron, di mana kebijakan (keputusan) yang diambil oleh Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan menyimpang atau keluar –dalam arti positif- dari peraturan perundang-undangan tentang pendidikan, yaitu melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan agama bagi siswa di luar keturunan Tionghoa
Tata cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak lepas dari aturan pendirian dan penyelenggaraan sekolah di Indonesia. Dalam pasal 11 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No.4 tahun 1950 juncto No.12 tahun 1954 dijelaskan bahwa sekolah yang didirikan dan diselenggarakan oleh pemerintah dinamakan Sekolah Negeri, sedangkan sekolah yang didirikan oleh orang-orang atau badan-badan partikulir maka disebut Sekolah Partikulir (swasta).
Sekolah partikulir atau swasta mempunyai kebebasan yang cukup longgar dalam penyelenggaraannya, dalam pasal 13 disebutkan bahwa “atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut sesuatu agama atau keyakinan hidup, maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah partikulir.” Demikian pula dijelaskan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa sekolah-sekolah partikulir diperbolehkan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan paham sekolah tersebut.
Kemudian menyangkut aturan pelaksanaan pengajaran agama, dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri, sedangkan di sekolah swasta tidak ada aturan yang jelas. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1954 BAB XII tentang pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri, pasal 20 ayat (1) dan (2).
Dari penjelasan di atas, maka menjadi jelas bahwa landasan berfikir dalam mengembangkan penelitian ini adalah kebijakan yang diberikan kepada sekolah swasta mengenai penyelenggaraan pengajaran agama.


F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam konteks ini adalah historis, yaitu proses pencarian pengetahuan dan kebenaran terhadap pengalaman masa lampau untuk membantu mengetahui apa yang harus dikerjakan sekarang dan apa yang akan dikerjakan pada masa depan. Dalam pencarian pengetahuan dan kebenaran tersebut, penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu ecletic dan pluralistic. Pendekatan ecletic mempunyai tujuan dalam penelitian sejarah peneliti harus menyerap informasi yang sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, sedangkan pendekatan pluralistic mengharuskan peneliti untuk memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi obyek penelitian.
Dengan kata lain pendekatan ini mencerminkan pandangan yang mengatakan bahwa bukan satu sebab yang dapat menerangkan secara memuaskan periode atau pengembangan tertentu. Jadi penelitian ini mencoba mengkaji hal-hal yang dapat mempengaruhi individu atau kelompok (subyek) dalam melakukan suatu tindakan dalam situasi tertentu.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang semantara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Dengan demikian, penelitian ini akan menggambarkan keadaan yang sementara berjalan dengan menganalisa lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan yang sementara berjalan tersebut. Analisa mendalam tersebut sejalan dengan tujuan pendekatan historis yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam bidang ini adalah penelitian kebijakan, yaitu penelitian yang bertujuan menghasilkan alternatif rekomendasi kebijakan dengan cakupan luas, yakni kebutuhan informasi untuk formulasi kebijakan serta tindak lanjut. Dapat dikatakan bahwa penelitian kebijakan ini untuk mengetahui kebijakan yang telah diambil SMP "Remaja" Parakan dalam pelaksanaan PAI dan diharapkan dapat menghasilkan alternatif kebijakan yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah atau lembaga lainnya.
4. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang cukup dan relevan terhadap tujuan penelitian, maka perlu diidentifikasi sumber-sumber data apa dan dari mana saja yang dapat mendukung penelitian tersebut. Kuntowijiyo mengelompokkan sumber data penelitian sejarah menjadi dua, yaitu sumber tertulis dan tidak tertulis atau dokumen dan artifact (artefact).
Sumber tertulis dapat berupa surat-surat, notulen rapat, kontrak kerja, bon-bon dan sebagainya. Sedangkan sumber tidak tertulis terdiri dari artifact (peninggalan) dan penuturan lisan. Sumber artifact dapat berupa foto-foto, bangunan atau alat-alat. Dan sumber lisan adalah penuturan orang yang mengetahui peristiwa sejarah tersebut.
Hal senada juga dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto dengan mengklasifikasi sumber data penelitian menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Person, adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.
b. Place, adalah sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak
c. Paper, adalah sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lain.
Dengan mempergunakan klasifikasi di atas, maka dalam penelitian ini sumber data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
a. Person : 1. Pengurus Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan
2. Kepala sekolah, guru dan karyawan SMP “Remaja” Parakan
3. Sumber lain yang mungkin berkembang dalam proses penelitian.
b. Place (bergerak) : aktifitas atau proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Paper :1. Dokumen.
2. Undang-Undang Pendidikan.
3. Buku-buku pendukung. Referensi utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tulisan yang yang berkaitan dengan undang-undang pendidikan dan sejarah pendidikan di Indonesia. Referensi-referensi itu diantaranya adalah buku Sejarah Pendidikan Indonesia yang ditulis oleh Sutedjo Brajanagara (1956), Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka karangan Soegarda Poerbakawatja (1970), Sejarah Pendidikan Indonesia karangan S. Nasution (1994) serta buku-buku lainya yang mengulas tentang sejarah pendidikan di Indonesia terutama yang menampilkan potret pendidikan sebelum tahun 90an.
Tulisan-tulisan yang berkaitan dengan ajaran dan pendidikan Cina juga menjadi sumber utama dalam penulisan penelitian ini. Tulisan tersebut antara lain adalah buku yang berjudul Konfusianisme di Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri karya Lasio dkk (1995), buku ini mengupas filsafat, etika dan spiritualitas ajaran Konfusianisme secara umum, di bagian lain buku ini juga mengungkapkan ajaran Konfusianisme dalam konteks Indonesia. Buku penunjang lainnya adalah tulisan Ali Imran berjudul Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk Dan Masa Depannya (1995) dalam buku ini diulas berbagai macam kebijaksanaan-kebijaksanaan (kebijakan) yang diambil seseorang, lembaga atau pemerintah dalam mengelola pendidikan.
Sedangkan klasifikasi sumber data penelitian sejarah menurut John W. Best, terdiri dari dua katagori pokok :
a. Sumber Primer, yakni cerita atau penuturan atau catatan para saksi mata. Data tersebut dilaporkan oleh pengamat atau partisipan yang benar-benar menyaksikan suatu peristiwa.
b. Sumber Skunder, yakni cerita atau penuturan atau catatan mengenai suatu peristiwa yang tidak disaksikan sendiri oleh pelapor. Pelapor mungkin pernah berbicara dengan saksi mata yang sebenarnya (atau membaca laporan/cerita/catatan saksi mata), tetapi kesaksian pelapor itu tetap bukan kesaksian saksi mata tersebut.
Dengan menggunakan klasifikasi di atas, maka dalam penelitian ini sumber data yd dipergunakan adalah sebagai berikut :
a. Sumber Primer : 1. Dokumen Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan
2. Penuturan saksi mata, Po Ing Swan (Kepala SMP "Remaja" Parakan pertama).
b. Sumber Sekunder :1. Penuturan pengurus Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan.
2. Penuturan Kepala Sekolah, guru dan karyawa SMP "Remaja" Parakan
3. Buku dan bukti-bukti lainnya seperti yang telah dikemukakan dalam klasifikasi Suharsimi di atas
5. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan metode antara lain :
a. Metode observasi atau yang disebut juga dengan pengamatan, adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh indera.
b. Metode wawancara, adalah segala kegiatan menghimpun data dengan jalan melakukan tanya jawab lisan secara bertatap muka (face to face) dengan siapa saja yang diperlukan atau dikehendaki.
c. Metode dokumentasi, yaitu sebuah metode pengumpulan data dengan mengacu kepada dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema dan tujuan penelitian.
6. Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptik analitik, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis semua hal yang menjadi fokus penelitian ini.
Disamping itu, sebagai ciri penelitian sejarah dalam menganalisis data perlu disampaikan pula kritik terhadap sumber data. Kritik ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kebenaran sumber data dan apakah layak untuk dijadikan sumber data penelitian.


G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah gambaran umum SMP “Remaja” Parakan yang meliputi : letak geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, tujuan didirikan, struktur organisasi, keadaan guru. karyawan dan siswanya serta keadaan sarana dan prasarananya.
Bab ketiga berisi analisa data yang meliputi kebijakan yang dikeluarkan oleh Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan, dasar-dasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kebijakan serta pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP “Remaja“ Parakan.
Bab keempat adalah penutup yang berisi simpulan, saran dan kata penutup.









BAB II
GAMBARAN UMUM
SMP “REMAJA” PARAKAN

A. Letak Geografis
SMP “Remaja” Parakan merupakan salah satu sekolah menengah pertama yang ada di kabupaten Temanggung, terletak di desa Parakan Wetan, kecamatan Parakan, kabupaten Temanggung, tepatnya di jalan Letnan Suwaji No. 60 Parakan.
SMP “Remaja” Parakan dibangun di atas tanah seluas ± 2.814 m² yang terletak di sebelah Utara SMPN 1 Parakan, sedangkan batas-batas SMP “Remaja” Parakan adalah :
- Sebelah Utara : Perumahan Sumbersari Baru, kelurahan Parakan Wetan
- Sebelah Timur : Kampung Pandesari
- Sebelah Selatan : SMP Negeri I Parakan
- Sebelah Barat : Kampung Malangan Wetan


B. Sejarah Berdiri dan Perkembangan
Atas prakarsa dari beberapa pemuka masyarakat Tionghoa Parakan yang diantaranya adalah Njoo Gee Liang, Lie Siong Tat, Tan Hwie Toen, Tjhie Bian Geng dengan didukung dan direstui oleh Wedana (Camat) Parakan yang pada waktu itu dijabat oleh Sudarto, maka didirikanlah sebuah organisasi pendidikan bercorak nasional yang diberi nama Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan.
Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan menetapkan tanggal 10 Januari 1958 sebagai hari lahir organisasi tersebut. Organisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Parakan atau sekolah khusus untuk warga keturunan Tionghoa di Temanggung khususnya di daerah Parakan. Pergantian nama dari Tiong Hoa Hwee Koan menjadi Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan adalah akibat dari dikeluarkannya Surat Biro Pengajaran Asing kepada Inspeksi-Inspeksi Daerah Pengajaran Asing, tanggal 6 Januari 1958 No. 15/DIV/1958, tentang Peraturan Penjaluran Murid-murid dari Sekolah Asing ke Sekolah Nasional dalam Kelas yang Setingkat.
Untuk pertama kalinya pendidikan yang dikelola adalah tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Rakyat (sekarang menjadi Sekolah Dasar/SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tempat yang digunakan untuk proses belajar mengajar adalah gedung yang dulunya dipakai THHK Parakan dan sebuah Klenteng yang terletak di jalan Letnan Suwaji No. 6 Parakan.
Susunan pengurus Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan yang pertama adalah :
Presidium Ketua : Njoo Gee Liang, Lie Siong Tat, Hwie Toen, Tjhie Bian Geng
Penulis : Tjhie Sioe Tjeng
Bendahara : Tjan Kee Tjioe dan Tjan Hwa Beng
Komisaris : Souw Tjien Ek, Tsan Seng Tjay, The Beng Hwie. Hoo Kiem San, Khoe Thiam Giok, Tan Ie Sien dan Go Tjeng Poen
Penasehat : Tjan Khing Tjoe, Siek Tiang Lay, Siek Tiang Kiet, Ong Swie Lay
Sedangkan orang yang ditunjuk sebagai kepala sekolah TK, SD dan SMP adalah Po Ing Swan, yang pada waktu itu masih berumur 24 tahun.
Pada tahun 1964 terdapat pergantian susunan pengurus serta penambahan staf-staf dalam struktur organisasi menjadi :
Penasehat : Tjan Khing Tjoe, Siek Tiang Lay, Siek Tiang Kiet
Presidium Bag. Umum : Tjhie Bian Geng, Lie Siong Tat
Presidium Bag, Keuangan : Njoo Gee Liang, Tan Hwie Toen
Penulis A : Ong Siang Kie
Penulis B : The Thoan Kie
Bendahara : Tjan Hwa Beng, The Yan Hien
Badan Penilik : Tan Sing Hok, Lie Siong Quan, Go Tjoei San
Kepala Komisaris : Tan Sing Tjay
Komisaris Bag. Pemeliharaan Gedung : Khoe Thiam Giok
Komisaris Bag. Perabotan : The Giok Soei
Komisaris Penelitian Inventaris : Hoo Keim San
Komisaris Bag. Umum : Go Kian Ik, Ko Tjeng Poen
Pada bulan Agustus 1965 kepala sekolah, Po Ing Swan beserta 6 staf pengajar SMP lainnya mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan oleh The Pek Djien yang dibantu oleh Sundari dan Oei Kiem Liang (D. Hadi Winoto). Pengunduran diri ini disebabkan karena terjadi ketidaksesuaian pendapat antara kepala sekolah dengan pengurus organisasi serta situasi politik yang tidak menguntungkan pada waktu itu.. pada saat yang bersamaan terjadi pula perpindahan gedung SMP dari Jl. Let. Suwaji No. 6 ke Jl. Let. Suwaji No. 60 Parakan.
Setelah peristiwa G.30.S./PKI pada tahun 1965 untuk menjaga stabilitas jalannya pendidikan, Organisasi Pendidikan ”Remaja” meminta perlindungan Kodim 0603 Temanggung, kemudian Wedana (Camat) Parakan, Suseno ditunjuk sebagai Caretaker (Ketua Sementara). Setelah Suseno pindah tugas ke Klaten dan meninggal karena kecelakaan, Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan meminta kepada Komandan Kodim 0706 Temanggung, Peltu Margono (Komandan Koramil Parakan) untuk menjadi Caretaker Ketua organisasi dan membuat Peraturan Dasar Dan Rumah Tangga Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan. Pada tanggal 4 Januari 1968 Peraturan Dasar Dan Rumah Tangga organisasi dirumuskan dan disahkan oleh Rapat Paripurna Pengurus Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan yang ditandatangani oleh Peltu Margono sebagai ketua dan diketahui serta disahkan oleh Letnan Kolonel Infanteri R. Sudarsono H (Komandan Distrik Militer 0706).
Pada awal tahun 1975 ada penambahan bagian kepengurusan, yaitu Komisaris Bagian Pendidikan yang ditempati oleh. Suhandoko Tanusubroto (Tan Sioe An). Pada tanggal 27 Juli 1975 Kodim 0706 Temanggung menyerahkan Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Temanggung dan oleh Bupati Temanggnug Masjchun Safwan SH. ditunjuk Soewito Adipranoto (Wedana Parakan) sebagai ketua pengurus Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan. Saat itu pengurus yang masih aktif antara lain : Lie Siong Tat, Go Tjoei San, Tan Seng Hok, Bambang Wishudha, Souw Tjien Ik, Tan Hap Djoen, Liem Soei Tiong, Suhandoko Tanusubroto.
Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Pengurus Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan pada tanggal 4 Januari 1968 dalam salah satu keputusannya menyebutkan adanya rencana mengubah organisasi menjadi yayasan, maka baru pada tanggal 17 Juli 1979 rencana itu dapat direaliasikan. Perubahan nama Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan diajukan oleh segenap pengurus organisasi, diantaranya adalah : Soewito Adipranoto, Koesno, Ir. Gunawan Hadisutjipto, Pdt. Frans Zakaria Assa, Suhandoko Tanusubroto, Cipto Hartono dan Rudy Hosea kehadapan Notaris Moh. Jachja Purwodidjojo yang bertempat di Jl. A. Yani No. 7 Magelang. Dalam pergantian nama ini disertai pula dengan pengesahan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga serta pengesahan susunan pengurus yayasan sesuai dengan Akte Pendirian No. 61 tanggal 17 Juli 1979, susunan pengurus tersebut adalah :
Ketua : Soewito Adipranoto
Wakil Ketua I : Koesno
Wakil Ketua II : Ir. Gunawan Hadisutjipto
Wakil Ketua III : Pdt. Frans Zakaria Assa
Sekretaris : Suhandoko Tanusubroto
Bendahara : Cipto Hartono
Komisaris : Rudy Hosea
Setelah Soewito Adipranoto dan Koesno Meninggal dunia, maka pengurus Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan pada tanggal 2 Juni 1990 berubah menjadi :
Ketua : Ir. Gunawan Hadisutjipto
Wakil Ketua : Pdt. F.Z. Assa
Sekretaris : Suhandoko Tanusubroto
Bendahara : Cipto Hartono
Komisaris : Rudy Hosea
Setelah sekian lama menjalankan proses belajar mengajar (± 20 tahun sejak dinasionalkan), baru pada tanggal 1 April 1978 SMP “Remaja” Parakan mendapat SK/Izin Pendirian Sekolah dari Kanwil Depdiknas dengan SK No. 0686/XXIII/UP/78 dan Nomor Data Sekolah (NDS) C20052002 Kemudian pada tanggal 3 April 1996 SMP “Remaja” Parakan mendapat status disamakan sesuai dengan SK No. 147/103/I/1996.
Selama kurun waktu yang demikian panjang ini, terjadi beberapa kali pergantian kepala sekolah sebagai berikut :
Kepala TK,SD&SMP “Remaja” th.1958-1965 : Bp. Po Ing Swan
Kepala TK,SD&SMP “Remaja” th. 1965-1974 : Bp. The Pek Djien
Kepala TK,SD&SMP “Remaja” th 1974-1976 : Bp. Soeroto, BA
Kepala SMP “Remaja” th. 1976-1977 : Bp. Soeroto, BA
Kepala SMP “Remaja” th. 1977-1983 : Bp. D. Hadi Winoto
Kepala SMP “Remaja” th. 1983-1985 : Bp. Soekarso, BA
Kepala SMP “Remaja” th. 1985-sekarang : Bp. D.Hadi Winoto

C. Tujuan Didirikan
Tujuan utama didirikannya SMP “Remaja” Parakan atau Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan pada umumnya adalah untuk melanjutkan usaha pendidikan yang telah dijalankan oleh THHK Parakan. Pada tahun 1968, setelah 10 tahun Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan berdiri baru disusun suatu Peraturan Dasar/Rumah Tangga organisasi. Dalam peraturan tersebut belum atau tidak ada bab dan pasal yang menerangkan tujuan didirikannya organisasi tersebut, yang ada hanyalah tujuan pendidikan yang dikelola. Tujuan pendidikan Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan tersebut adalah :
1. Melahirkan Warga Negara-Warga Negara Indonesia yang berjiwa Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ber Pancasila secara murni dan konsekwen melaksanakan UUD 1945, dan bersikap mental ORDE BARU.
2. Membentuk manusia susila yang cakap dan Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3. Membuat bangsa Indonesia yang sehat dan kuat, lahir dan batin, dengan pendidikan jasmani dan rohani yang menuju keselarasan antara pertumbuhan badan dan perkembangan jiwa.
Kemudian pada tahun 1979, seiring dengan perkembangan organisasi yang diubah menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan, maka disusunlah Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) yayasan yang di dalamnya memuat dengan jelas tujuan didirikannya yayasan tersebut. Dalam Mukkadimah AD/ART yayasan disebutkan tujuan didirikannya Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan adalah sebagai berikut :

“Bahwa sesungguhnya Pendidikan Nasional adalah sangat besar peranannya dalam pembangunan mental dan moral Bangsa dimasa mendatang, baik buruknya generasi yang akan datang adalah tergantung baik buruknya Pendidikan dimasa kini.
Bahwa sesungguhnya diperlukan suatu wadah bagi para pecinta pendidikan, untuk mewujudkan karya mulia mereka dan menuangkan segenap partisipasi mereka dalam bidang Pendidikan Nasional.
Maka dengan ini dibentuklah : “YAYASAN PENDIDIKAN REMAJA” yang merupakan kelanjutan dari Organisasi (pengurus) Sekolah Remaja…”

Untuk mempertegas maksud dan tujuan didirikannya Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan, dalam pasal 4 akta notaris disebutkan bahwa tujuan pendidikan yayasan tersebut adalah :
1. Mengabdi kepada Nusa dan Bangsa Indonesia dalam lapangan pendidikan.
2. Melahirkan manusia Indonesia yang berjiwa Pancasilais sejati.
3. Membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demaokratis, penuh rasa tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
4. Membentuk bangsa Indonesia yang sehat dan kuat, lahir dan batin, dengan pendidikan jasmani dan rohani yang menuju keselarasan antara pertumbuhan dan perkembangan jiwa.

D. Struktur Organisasi Sekolah
SMP “Remaja” Parakan sebagai suatu lembaga pendidikan yang dikelola oleh suatu yayasan pendidikan, secara umum memiliki kesamaan dengan lembaga pendidikan pada umumnya, yaitu sama-sama memerlukan pengorganisasian yang rapi, tertib dan teratur. Dengan demikian diharapkan akan mempermudah dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki bersama. Untuk itu, di sebuah lembaga atau organisasi diperlukan adanya struktur organisasi. Adapun struktur organisasi SMP “Remaja” Parakan adalah sebagai berikut :
TABEL I
Struktrur Organisasi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan
Orang tua murid (Masyarakat)
Pemerintah
Pengurus Harian
Kepala Sekolah
Pegawai
Para Guru
TABEL II
Struktur Organisasi SMP “Remaja” Parakan
Tahun Pelajaran 2004/2005
Kanwil Depdikbud
Pengurus Yayasan Kandep Depdikbud
Komite Sekolah Kepala Sekolah Tata Usaha
Wakil Kepala/BP Wakil Kepala
Dewan Guru
Karyawan
Siswa

Keterangan :
Ketua Komite Sekolah : Suhandoko Tanusubroto (Tan Sioe An)
Kepala Sekolah : D. Hadi Winoto (Oei Kiem Liang)
Wakil Kepala/BP : Budi Heriyanto, B.A.
Wakil Kepala : Riyanto, B.A.
Kepala T U : Sutrisno

D. Keadaaan Guru, Karyawan dan Siswa
1. Keadaan Guru
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru adalah faktor penggerak, pembimbing dan yang menentukan arah kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan. Pada tahun pelajaran 2004/2005, SMP “Remaja” Parakan memiliki tenaga guru sebanyak 22 orang, terdiri dari 14 guru laki-laki dan 8 guru perempuan
TABEL III
Keadaan Guru Menurut Jabatan, Status Kepegawaian, Pendidikan Terakhir dan Mata Pelajaran yang Diajarkan
No. Nama Jabatan Status Pendidik-an Guru Mata Pelajaran
1. D. Hadi Winoto Kep. Sek. GTY PGSLTP Matematika
2. Budi Heriyanto Waka. Sek. GTY S1 Bahasa Inggris
3. Rianto Waka. Sek. PNS S1 Geografi
4. Budi Wuningsi Wali Kelas PNS D3 Fisika
5. Wahyu Agus W. Wali Kelas GTY S1 Olah Raga
6. Trikorina DH. Wali Kelas GTT S1 Bhs. Indonesia
7. G. Eko Widi S. Wali Kelas GTY D2 Matematika
8. Wacono Wali Kelas GTT S1 Bahasa Inggris
9. Chambali Guru GTT SPG Agama Islam
10. Martina Puji A. Guru GTT S1 Bahasa Daerah
11. Nurmawati Wali Kelas GTT S1 PPKn
12. Yasinta Guru GTT PGSLTP Agama Katolik
13. Agustin N. Wali Kelas GTT S1 Biologi
14. Agung Widoyoko Wali Kelas GTT S! Ekonomi Koperasi
15. Dwiani Lindawati Wali Kelas GTT S1 Bahasa Indonesia
16. Yohanes Budi Guru GTT D2 Agama Kristen &Kesenian.
17. Dwi Sasana M. Guru GTT S1 Elektronika
18. Edi Herliyanto Guru GTT S1 Seni Lukis
19. Sariyanto* Guru GTT D2 Agama Budha
20. Trustiningsih Guru GTT SMA PMR
21. S. ponidi Guru GTT SMA Seni Tari
22. Setiawan Guru GTT SMA Pramuka
Keterangan :
GTY : Guru Tetap Yayasan
GTT : Guru Tidak Tetap
PNS : Pegawai Negeri Sipil
* : Guru Agama Budha pada saat penelitian dilakukan sudah diganti oleh Minarti
2. Keadaan Karyawan
Karyawan adalah tenaga nonpendidik, karyawan memeliki tugas dan tanggung jawab untuk membantu mengkoordinir segala urusan yang menyangkut administrasi secara keseluruhan. Jumlah karyawan yang dimiliki oleh SMP “Remaja” Parakan sebanyak 5 orang dengan perincian, 2 orang tenaga Tata Usaha dan 3 orang Pegawai Rumah Tangga.

TABEL IV
Karyawan
No. Nama Jabatan
1. Sutrisno Kepala Tata Usaha
2. Wardono Bendaharawan
3. Slamet A. Kadir Penjaga
4. Ponidi Kebersihan
5. Darto Pesuruh

3. Keadaan Siswa
TABEL V
Jumlah Siswa Menurut Kelas Dan Jenis Kelamin
No. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. I A 15 25 40
2. I B 20 20 40
3. I C 22 14 36
4. II A 12 28 40
5. II B 21 19 40
6. II C 28 7 35
7. III A 14 24 38
8. III B 16 24 40
9. III C 15 18 33
Jumlah 163 179 342

TABEL VI
Jumlah Siswa Menurut Kelas Dan Agama
No. Kelas Islam Protestan Katolik Hindu Budha Konghuchu Jumlah
1. I 87 17 10 - 2 - 116
2. II 90 14 11 - - - 115
3. III 80 22 9 - - - 111
Jumlah 257 53 30 - 2 - 342
E. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan agar para tenaga pendidik dan siswa dapat melaksanakan interaksi dan komunikasi pendidikan dan pengajaran dengan baik.
Adapun sarana dan prasarana yang ada di SMP ”Remaja” Parakan adalah sebagai berikut :
1. Sarana gedung
SMP “Remaja” Parakan berdiri diatas areal tanah seluas ± 2.814 m², yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan sebagai berikut :
TABEL VII
Ruang Menurut Jenis, Jumlah, Luas dan Kondisi
No. Jenis Ruang Jumlah Luas (m²) Kondisi
1. Ruang Teori/Kelas 9 504 Baik
2. Laboratorium IPA 1 56 Baik
3. Perpustakaan 1 56 Baik
4. Ruang Serba Guna 1 156 Baik
5. Ruang UKS 1 12 Baik
6. Ruang BP/BK 1 12 Baik
7. Ruang Kepala Sekolah 1 12 Baik
8. Ruang Guru 1 40 Baik
9. Ruang TU 1 12 Baik
10. Kamar Mandi/WC Guru 2 12 Baik
11. Kamar Mandi/WC Siswa 6 18 Baik
12. Gudang 1 32 Baik

2. Perlengkapan Sekolah
TABEL VIII
Perlengkapan Sekolah
No. Nama Barang Jumlah
1. Meja Belajar 220
2. Kursi Belajar 400
3. Meja Guru 28
4. Kursi Guru 40
5. Almari 19
6. Rak Buku 7
7. Mesin Hitung 2
8. Mesin Ketik 2
9. Filling Cabinet 1

3. Peralatan Pendidikan
TABEL IX
Peralatan Pendidikan
No. Jenis Perlengkapan Jumlah
1. Buku Pegangan Guru 50 Eksemplar
2. Buku Teks Siswa 3275 Eksemplar
3. Buku Penunjang 11 Eksemplar
4. Alat Peraga Olah Raga 3 Set
5. Alat Praktek Olah Raga 3 Set
6. Alat Peraga Matematika 1 Set
7. Alat Peraga IPA 4 Set
8. Alat Praktek IPA 4 Set
9. Alat Peraga Geografi 2 Set
10. Alat Peraga Kesenian 1 Set
11. Alat Praktek Kesenian 1 Set



BAB III
KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SMP “REMAJA” PARAKAN

A. Latar Belakang Bergantinya THHK Menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan
Perjalanan sejarah Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan tidak lepas dari THHK, sebab THHK merupakan cikal bakal lahirnya yayasan tersebut. THHK atau Tiong Hoa Hwee Koan (Zhonghua Huiguan, apabila diucapkan dalam aksen Mandarin) secara harfiah berarti Rumah Perkumpulan Tionghoa atau Perhimpunan Masyarakat Tionghoa yang tinggal I Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda). THHK pertama kali berdiri di Batavia (Jakarta) pada tanggal 17 Maret 1900 yang didirikan antara lain oleh Lie Kim Hok dan Phoa Keng Hek. Untuk mengidentifikasi lebih lanjut tentang latar belakang bergantinya THHK menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan dapat diidentifikasi melalui peruntutan sejarah perjalanan yayasan tersebut menjadi :
1. Periode THHK Batavia
2. Periode THHK Parakan
3. Periode Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan
4. Periode Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan
Perlu penulis jelaskan pula bahwa penyebutan “THHK Batavia” dan “THHK Parakan” adalah istilah yang penyusun buat sendiri. Istilah “THHK” dalam berbagai sumber, baik buku maupun literatur lainnya hanya dikenal “THHK” saja, tidak ada penambahan kota atau identitas lain yang mengikutinya. Penambahan atau pemakaian identitas kota yang mengiringi nama THHK oleh penyusun mempunyai tujuan untuk membedakan antara keduanya sesuai dengan identifikasi yang dibuat oleh penyusun. Ini berkaitan pula dengan penelusuran sejarah tentang latar belakang berdirinya Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan.
Berikut ini akan dijelaskan berbagai karakteristik pendidikan yang dijalankan oleh masing-masing lembaga tersebut di atas.
1. THHK Batavia
THHK Batavia yang berlokasi di Jalan Patekoan No. 19 (nama Jalan tersebut saat ini berubah menjadi Jalan Perniagaan No. 31 Jakarta Barat), pada mulanya mempunyai tujuan untuk memajukan dan menyebarluaskan ajaran atau agama Konghuchu, memajukan kembali budaya Tionghoa dan mendidik orang-orang Tionghoa agar menghentikan kebiasaan buruk, berjudi dan menghamburkan uang dalam melakukan upacara kematian. Usaha-usaha tersebut khususnya ditujukan kepada masyarakat keturunan Tionghoa yang ada di pulau Jawa. Untuk mewujudkan dan mensukseskan tujuan-tujuan dari didirikannya THHK, pendidikan dianggap suatu cara yang paling efektif, maka didirikanlah sekolah-sekolah THHK di kota-kota besar di pulau Jawa.
Sementara waktu terus berjalan, THHK menjadi lebih terlibat dalam usaha pendidikan (sekolah). Suksesnya sekolah-sekolah THHK di pulau Jawa, akhirnya merebak luas ke seluruh kota-kota di penjuru Hindia Belanda yang di dalamnya terdapat komunitas Tionghoa. Pada tahun 1919 tercatat sudah ada 250 lebih sekolah THHK di Hindia Belanda.
Melihat perkembangan yang begitu pesat ini, pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir, maka untuk mengimbanginya pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah-sekolah khusus untuk anak-anak keturunan Tionghoa dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda yaitu Holland Chines School (HCS). HCS sangatlah berbeda jauh dengan THHK, sebab HCS pada dasarnya sama dengan sekolah-sekolah bentukan pemerintah Hindia Belanda lainnya, seperti HIS, ELS,HBS dan lain-lainnya, yang membedakan hanya pada murid yang diajarnya, yaitu anak-anak keturunan Tionghoa.
Inti dari pendirian HCS adalah politik Hindia Belanda untuk memecah belah orang-orang peranakan Tionghoa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang berpandangan politik pro-Tiongkok (kelompok Sin Po) dan kelompok yang pro-Belanda (kelompok Chung Hwa Hui).

2. THHK Parakan
THHK Parakan berlokasi disebuah klenteng di jalan Letnan Suwaji No. 6 Parakan, di bagian timur kota Parakan. Tidak ada catatan pasti tentang kapan THHK Parakan berdiri dan tidak ada dokumen yang dapat menggambarkan bagaimana jalannya THHK Parakan, apakah hilang, musnah atau memang pada waktu itu tidak ada kegiatan pencatatan. Akan tetapi THHK Parakan diperkirakan berdiri pada tahun 1907, sebab pada tahun 1932 pernah diadakan suatu perayaan menyambut ulang tahun THHK Parakan ke-25.
Pendidikan yang dijalankan di THHK Parakan hampir serupa dengan pendidikan yang dijalankan oleh THHK Batavia dan kota-kota lainnya, baik yang terkait dengan sistem, pelajaran, guru, siswa dan tujuannya. Khusus dalam tujuan pendidikan, THHK Parakan mempunyai perbedaan yang cukup mendasar dengan THHK Batavia, yaitu pandangan tentang “Konghuchu”. THHK Batavia berpandangan bahwa Konghuchu adalah suatu agama, sedangkan THHK Parakan menganggap sebagai suatu filsafat moral atau etika.
Perbedaan pandangan terhadap Konghuchu ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap usaha pendidikan yang dijalankan kedua organisasi tersebut. Penyebarluasan agama Konghuchu dan budaya Tionghoa sebagai tujuan utamanya, THHK Batavia bagaikan menjadi “pesantren” nya warga keturunan Tionghoa di Hindia Belanda untuk mencetak generasi mudanya agar berkiblat ke Tiongkok dan mengenal bahkan mendukung nasionalisme Tiongkok. Sedangkan perkembangan usaha pendidikan yang dijalankan oleh THHK Parakan berorientasi pada mencetak generasi muda Tionghoa agar mengenal budayanya dan menguasai ilmu pengetahuan yang luas.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa THHK Batavia dengan THHK Parakan mempunyai banyak kesamaan dalam berbagai hal terutama dalam tujuan pendidikan, bahkan mempunyai nama yang sama (THHK), akan tetapi THHK Parakan tidak ada kaitannya dengan THHK Batavia. THHK Parakan bukan merupakan cabang, pecahan atau tandingan dari THHK Batavia. THHK Parakan murni suatu pergerakan lokal masyarakat Tionghoa yang ada di Parakan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Po Ing Swan dan Tan Sioe An kepada peneliti.
THHK Parakan akhirnya ditutup (dilarang) oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1958, akan tetapi secara resmi berakhir pada tahun 1960 karena memberi kesempatan bagi siswa yang tersisa untuk menyelesaikan dan mengurus perpindahan apabila ada yang ingin melanjutkan pendidikannya ke sekolah THHK di kota lain. Penutupan THHK Parakan ini menurut penjelasan pihak SMP dan Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan adalah akibat adanya Peraturan Pemerintah No. 10 pada tahun 1959 yang lebih dikenal dengan PP No.10. Akan tetapi di sisi lain, penulis menemukan suatu bukti sejarah dalam buku yang berjudul Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka karya Soegarda Poerbakawatja (1970) disebutkan bahwa pelarangan atau penutupan sekolah-sekolah asing di Indonesia didasarkan pada Surat Biro Pengajaran Asing kepada Inspeksi-Inspeksi Daerah Pengajaran Asing No. 15/Div/1958 pada tanggal 6 Januari 1958. Untuk mengklarifikasi lebih lanjut perbedaan dasar tersebut, penulis akan jelaskan dalam sub bab tersendiri.
3. Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan
Setelah diterbitkannya peraturan pemerintah yang melarang sekolah dan atau usaha dagang asing berada atau beroperasi di daerah swatantra I, swatantra II dan karesidenan, maka THHK Parakan pada tanggal 10 Januari 1958 namanya diganti menjadi Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan. Pergantian nama tersebut menuntut pula pergantian pada sistem pendidikannya, yaitu disesuaikan dengan sistem pendidikan pemerintah Republik Indonesia.
Pada masa peralihan ini, sekolah dipecah menjadi dua, yaitu THHK dan Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan. THHK sementara masih dijalankan supaya memberi kesempatan kepada para siswanya untuk menentukan pilihan, apakah ingin menyelesaikan pendidikan di THHK Parakan? pindah ke kota lain? atau mengikuti jalur pendidikan di Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan. Pada tahun 1960 THHK Parakan akhirnya resmi dibubarkan.
Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan berdiri atas prakarsa tokoh masyarakat Tionghoa yang ada di Parakan, diantaranya adalah Njoo Gee Liang, Lie Siong Tat, Tan Hwie Toen, Tjhie Bian Geng dengan didukung dan direstui oleh Wedana (Camat) Parakan yang pada waktu itu dijabat oleh Sudarto. Tujuan utama didirikannya organisasi ini adalah untuk meneruskan usaha pendidikan yang telah dikelola oleh THHK Parakan.
Pada periode Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan antara tahun 1958 sampai dengan tahun 1975, ini merupakan masa yang paling bersejarah dan menentukan nasib organisasi tersebut pada masa depannya, termasuk pula kebijakan tentang pelaksanaan pendidikan agama. Tercatat ada beberapa peristiwa penting yang terjadi pada waktu itu, diantaranya adalah efek dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (G.30.S./PKI), baik sebelum maupun sesudah kejadian. Sebelum terjadi peistiwa G.30.S./PKI, organisasi pendidikan ini dicurigai dan dituduh menjadi organisasi yang pro pada PKI, Po Ing Swan yang pada saat itu menjabat sebagai kepala sekolah dan 6 staf pengajar lainnya memilih mengundurkan diri dari sekolah demi keselamatan mereka dan organisasi pendidikan, sebab mereka merupakan aktifis Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) yang oleh pihak Tentara Nasional Indonesia dianggap pro PKI.
Sesudah peristiwa G.30.S./PKI, organisasi pendidikan ini juga masih dalam bahaya, maka untuk menjaga keamanan dan stabilitas jalannya proses belajar mengajar, pihak pengurus organisasi memohon perlindungan kepada Komandan Distrik Militer (Kodim) 0603 Temanggung. Maka untuk memberi jaminan yang beasr, Kodim 0603 Temanggung menunjuk Wedana (Camat) Parakan, Suseno untuk menjadi caretaker ketua (ketua pengurus) organisasi tersebut.
Pada periode ini pula Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan mengalami banyak kemajuan, diantaranya adalah disusun dan disahkannya Peraturan Dasar dan Rumah Tangga organisasi, sehingga status organisasi, peraturan dan usaha pendidikannya menjadi lebih kuat dan jelas. Peraturan Dasar dan Rumah Tangga ini dibuat juga mempunyai tujuan sebagai kelengkapan syarat-syarat suatu organisasi pendidikan dan merupakan rancangan awal Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan yang akan dibentuk pada kemudian hari. Kemudian pada tanggal 1 April 1978, SMP “Remaja” Parakan mendaftarkan diri pada pemerintah dan memperoleh pengesahan berdasarkan Surat Keputusan dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan No. 0686/XXIII/UP/1978. walaupun demikian, bukan berarti usaha pendidikan yang telah berjalan selama 20 tahun (1958 sampai dengan 1978) merupakan usaha illegal, sebab ketentuan pendaftaran dan pendataan kepada pemerintah baru ada setelah keluarnya kurikulum 1975.

4. Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan
Berdasarkan keputusan rapat lengkap pengurus Sekolah “Remaja” Parakan pada tanggal 4 Januari 1968 di Parakan yang memutuskan rencana mendirikan suatu yayasan pendidikan, maka rencana itu pada tanggal 17 Juli 1979 baru dapat direalisasikan dengan mendirikan Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan.
Perubahan Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan pada dasarnya sudah dimulai dilakukan pada tanggal 30 April 1979, akan tetapi baru disahkan secara hukum pada tanggal 17 Juli 1979 di hadapan notaris, dengan Akta Pendirian No. 61 tanggal 17 Juli 1979. Dalam akta tersebut disahkan pula Anggaran Dasar dan Rumah Tangga yayasan sebagai pengganti Peraturan Dasar dan Rumah Tangga organisasi yang telah berlaku sebelumnya. Akan tetapi disisi lain Peraturan Dasar dan Rumah Tangga organisasi masih tetap digunakan, terutama dalam peraturan yang mengatur urusan rumah tangga yayasan, yaitu peraturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban pengurus, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan pegawai, sebab pada Anggaran Dasar dan Rumah Tangga yayasan peraturan tersebut tidak ada.
Pada periode Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan ini peristiwa dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak sekolah maupun yayasan relatif kecil, sebab pada masa ini telah berlaku kurikulum nasional.

B. Dasar Kebijakan Pelaksanaan PAI di SMP “Remaja” Parakan
Kebijakan pelaksanaan pendidikan agama yang diambil oleh SMP “Remaja” Parakan tidak lepas dari kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan kebijakan yayasan sendiri. Dalam hal ini keduanya mempunyai keterkaitan yang cukup kuat. Pada bagian ini akan dijelaskan dasar-dasar yang digunakan oleh SMP “Remaja” Parakan dalam mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, baik yang berasal dari kebijaksanaan pemerintah maupun yayasan.
1. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pelaksanaan PAI
Secara tegas dinyatakan bahwa Negara Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Meskipun demikian, pemerintah tetap memandang bahwa agama menduduki posisi penting di negeri ini sebagai sumber nilai dalam bermasyarakat. Oleh karena itu pemerintah menaruh perhatian besar terhadap pendidikan agama, baik dalam bentuk pendidikan agama di sekolah-sekolah umum maupun pengembangan lembaga pendidikan agama.
Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di Indonesia dimaksudkan untuk memantapkan ketahanan nasional dan mewujudkan masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa serta persatuan nasional, yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, bangsa Indonesia sebagai negara hukum membutuhkan ketentuan hukum dalam penyelenggaraan Sisdiknas, terutama pendidikan agama. Ketentuan hukum tersebut diharapkan dapat mengawal jalannya pendidikan dan memberi jaminan serta perlindungan bahwa Sistem Pendidikan Nasional dan penyelenggaraan pendidikan agama khususnya akan berjalan dengan baik sesuai dengan cita-cita bangsa dan tujuan pendidikan di Indonesia.
Penyelenggaraan pendidikan agama di Indonesia terbagi menjadi dua bentuk Pertama, pendidikan agama di sekolah umum dan kedua, di lembaga-lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan agama. Ketentuan hukum yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama dalam kedua lembaga tersebut tentu berbeda. Dalam konteks penelitian ini, dasar hukum kebijakan pelaksanaan pendidikan agama (Islam) yang dipaparkan adalah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum. Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama tersebut adalah :
a. Pancasila, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pancasila sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
Dalam Bab XI pasal 29 ayat (1) dan (2) disebutkan : “(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Kedua ayat ini menyatakan bahwa bangsa Indoneia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau bangsa yang beragama.
Kemudian dalam Bab XIII pasal 31 disebutkan : “ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.” Dalam ayat pertama pasal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dan bangsa Indonesia menghormati dan melindungi hak asasi individu yang berkedudukan sebagai warga negara berhak mendapat pengajaran. Sedangkan ayat kedua menunjukkan bahwa pemerintah dalam alam kemerdekaan akan mewujudkan kewajibannya melindungi hak asasi warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan, termasuk pendidikan agama dengan cara menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional.
c. Surat Keputusan Menteri Agama No. 1185/K.j tanggal 20 Nopember 1946 .
Keputusan Mentri Agama ini sebagai penyempurna tugas Organisasi Kementrian Agama bagian C yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban antara lain :
1) Urusan pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen,
2) Urusan pengangkatan Guru Agama,
3) Urusan pengawasan pelajaran agama.
Dari keputusan Menteri Agama tersebut, khususnya bagian (1) dengan jelas disebutkan bahwa Pendidikan Agana Islam seharusnya sudah diajarkan di sekolah.
d. Peraturan Bersama antara Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dengan Menteri Agama yang ditanda tangani di Jakarta, 2 Desember 1946 No. 1142/bag. A/Pendidikan dan Yogyakarta, 12 Desember 1946 No. 1285/K.7/Agama.
Dalam Peraturan Bersama ini diputuskan bahwa hendaknya pelajaran agama di sekolah umum diberikan mulai dari Sekolah Rakyat atau Sekolah Rendah sejak kelas IV. Peraturan ini berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 1947.
e. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1949 tentang Susunan dan Lapang Kerja Kementrian Agama
Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan bagi Kementrian Agama dalam menjalankan tugasnya. Tugas Kementrian Agama dibidang penyelenggaraan pendidikan agama dapat ditemui dalam pasal 1 ayat (d) dan (e) yang berbunyi :

“(d) Menjelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan Agama di Sekolah-sekolah Negeri. (e) Mendjalankan, memimpin, menjokong serta mengamat-amati pendidikan dan pengadjaran di madrasah-madrasah dan perguruan-perguruan Agama lain-lain.”

Kemudian ditegaskan pula dalam pasal 4 nomor I ayat (3) sub a tentang tugas Kementrian Agama, yang berbunyi : “Menjelenggarakan pengadjaran Agama di Sekolah-sekolah Negeri, di Asrama-asrama, di rumah-rumah pendjara, rumah-rumah miskin, rumah-rumah piatu dan lain-lain tempat jang dipandang perlu untuk diberi peladjaran agama.”
f. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1950 tentang Lapang Pekerjaan Kementrian
Peraturan Pemerintah ini adalah peraturan yang mengatur tugas-tugas kementrian dalam kabinet, khusus peraturan tentang tugas Kementrian Agama yang mengatur penyelenggaraan pendidikan agama terdapat dalam pasal 6 ayat (d) dan (e) yang berbunyi : “(d) Menjelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah Negeri. (e) Memimpin, menjelenggarakan, serta mengamat-amati pendidikan dan pengadjaran di madrasah-madrasah dan perguruan agama lain-lain.”
g. Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
Dalam Bab IX pasal 1 ayat (1) disebutkan : “Atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut sesuatu agama atau keyakinan hidup, maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah partikelir.” Dalam hal ini pemerintah memberikan kesempatan dan kebebasan seluas-luasnya kepada seseorang atau lembaga swasta untuk mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan paham yang dianut, baik agama, suku maupun paham politik.
Kemudian dalam Bab XII pasal 20 ayat (1) disebutkan : “Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.” Ayat tersebut menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pentingnya pendidikan agama, walaupun peraturan tersebut sifatnya masih sukarela, terserah akan diikuti atau tidak. Dalam hal ini pemerintah bukanlah bersikap tidak serius dan tidak konsisten dengan peraturan yang dibuatnya, akan tetapi lebih dikarenakan pada masa itu pandangan tentang pendidikan agama lebih baik dilaksanakan di luar sekolah, sebab di sekolah alokasi waktu pelajaran agama hanya sedikit dan khawatir tidak dapat menyeluruh. Disamping itu pula, lembaga keagamaan seperti pesantren, madrasah-madrasah, seminari dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya dirasa lebih mampu dan efektif dalam mengajarkan pendidikan agama.
Perlu dipahami, bahwa Undang-Undang Pendidikan ini belum dilaksaanakan di seluruh wilayah Indonesia, sebab pada waktu itu negara Indonesia masih dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat, jadi masih ada daerah yang tidak melaksanakannya.
h. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Keputusan Presiden RIS No. 38 tanggal 31 Januari 1950)
Perhatian pemerintah tehadap pendidikan umum dan pendidikan agama semakin lama semakin meningkat, ini terbukti walaupun negara Indonesia dalam kondisi bahaya dan terpecah, kewajiban pemerintah dalam memberikan hak pengajaran kepada warga negaranya tetap dilaksanakan. Hal ini tercermin jelas dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat pasal 39 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :

“(1) Penguasa wajib memajukan sedapat-dapatnya perkembang- an rakyat baik rohani maupun jasmani, dan dalam hal ini teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta-huruf .
(2) Di mana perlu, penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan memperdalam peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid-murid.”

Kedua ayat tersebut di atas dengan jelas menggambarkan bagaimana keseriusan pemerintah dalam memperhatikan kebutuhan warga negaranya pada lapangan pendidikan . Pendidikan umum dan pendidikan agama mempunyai derajat yang sama pentingnya dalam pandangan pemerintah, karena keduanya merupakan kebutuhan yang mendesak dalam membangun bangsa.
i. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (Undang-Undang No. 7 tanggal 15 Agustus 1950)
Peraturan perundang-undangan mengenai pendidikan umum dan pendidikan agama dalam UUDS Republik Indonesia ini hampir sama dengan peraturan perundangan yang terdapat dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Selengkapnya bunyi peraturan tersebut adalah :

Pasal 41 ayat : (1) Penguasa wajib memajukan sedapat-dapatnya perkembangan rakyat baik rohani maupun jasmani.(2) Penguasa teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta huruf.(3) Penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan memperdalam perasaan peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan keempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang tua murid-murid.
Penjelasann terhadap ketiga ayat tersebut di atas sama dengan penjelasan pasal 39 ayat (1) dan (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
j. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama No. 1432/Kab. tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan) No. K’.I/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama)
Peraturan Bersama ini dikeluarkan untuk mencabut Peraturan Bersama No. 1142/Bag.A tanggal 2 Desember 1945 (Pendidikan) No. 1285/K.7 tanggal 12 Desember 1945 (Agama). dalam peraturan ini ditetapkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama dimulai dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan negeri.
k. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama No. 17678/Kab. tanggal 16 Juli 1951 (Pendidikan) No. K/1/9180 tanggal 16 Juli 1951
Peraturan bersama ini sebagai pengganti peraturan bersama sebelumnya yaitu Peraturan Bersama No. 1432/Kab. tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan) No. K’.I/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama). Peraturan ini mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri. Dalam pasal I disebutkan bahwa : “Di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan vak) diberikan pendidikan agama.” Kemudian ditegaskan dalam pasal 3 : “Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan tingkatan atas baik sekolah-sekolah umum, maupun sekolah-sekolah vak, diberi pendidikan agama 2 (dua) jam pelajaran dalam tiap-tiap minggu.”
Peraturan bersama ini sekaligus sebagai pelaksanaan atau operasionalisasi dari pasal 41 ayat (1) dan (3), pasal 43 ayat (1) dari Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 8, 13 dan 20 dari Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
l. Penetapan Menteri Agama Republik Indonesia No. 21 tanggal 13 Oktober 1952
Penetapan ini berisikan tentang Rencana Pokok-pokok Pengajaran Agama Islam dan Rencana Pengajaran Agama Islam di Sekolah-sekolah Rakyat di Seluruh Negara Republik Indonesia.
m. Instruksi Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama No. 36923/Kab. tanggal 14 Oktober 1952 (Pendidikan) No. K/I/15771 tanggal 15 Oktober 1952 (Agama)
Instruksi Menteri ini sebagai Pedoman Pelaksanaan Surat Keputusan Bersama tahun 1951 yang menyatakan bahwa :

“pasal 5 : Pengawasan mengenai pelajaran agama dilakukan oleh Kementrian Agama, pasal 9 : Terhadap sekolah-sekolah partikelir, yang pengurusnya menghendaki supaya Peraturan Bersama Menteri Peraturan Presiden dan K dan Menteri Agama No. 17678/Kab/K/1/9180 tanggal 16 Juli 1951 berlaku padanya pelaksanaan pelajaran agama diatur sebagai berikut : “Pengurus sekolah partikelir langsung menyampaikan permintaan kepada kantor Pendidikan Agama Propinsi supaya diadakan pengajaran agama pada sekolah-sekolah partikelir yang sudah memberi pelajaran agama menurut Peraturan Bersama Menteri PPdan K dan Menteri Agama yamg disebut di atas, dilakukan oleh Penilik Pendidikan Agama dan pegawai lain yang ditunjuk oleh Menteri Agama.”

n. Undang-Undang No. 12 tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang No. 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tantang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran untuk Seluruh Indonesia
Pasal yang mengatur tentang pendidikan agama sama seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan and Pengajaran di Sekolah, yaitu pasal 13 ayat (1). Yang membedakan undang-undang ini dengan undang-undang No. 4 adalah terletak pada cakupan pelaksanaannya, yaitu telah disahkan dan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.
o. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama 1961-1969
Penjelasan mengenai pelaksanaan pendidikan agama dalam Ketetapan MPRS ini dapat ditemui dalam Bab II pasal 2 Bidang Mental/Agama/Kerohanian/Penelitian ayat (3) yang selengkapnya berbunyi :

”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah rakyat sampai dengan universitas-universitas Negeri dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya.”

p. Undang-Undang No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai pengganti Undang-Undang No. 7 tahun 1950 (RIS) dan peraturan-peraturan lai tentang pendidikan dan pengajaran tinggi yang bertentangan dengan undang-undang. Dalam undang-undang ini diatur penyelenggaraan pendidikan agama pada Bab III pasal 9 ayat (2b) yang berbunyi : “Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan pendidikan agama sebagai mata pelajaran, dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta, apabila menyatakan keberatannya.”
q. Instruksi Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No. 3 tahun 1962
Instruksi menteri ini sebagai peraturan pelaksanaan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 dan Undang-Undang No.22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
r. Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 14 tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Undang-Undang No. 14 PRPS tahun 1965
Peraturan Presiden ini telah diubah statusnya menjadi undang-undang berdasarkan Undang-Undang No 5 tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden . dalam undang-undang ini jelas memang tidak ada peraturan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama, akan tetapi secara implicit ketentuan pelaksanaan pendidikan tercermin dalam tugas yang diberikan kepada Majeli Pendidikan Nasional, yaitu mengadakan penelitian, perencanaan, pembinaan, pengamanan dan pengawasan Sistem Pendidikan Nasional Pancasila di segala bidang.
s. Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 19 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Undang-Undang No. 19 PNPS tahun 1965)
Dengan dikeluarkannya Tap MPRS No. XIX/MPRS/1966, yang menugaskan kepada DPR bersama-sama Presiden untuk melakukan peninjauan kembali produk-produk legislativ negara, maka Penetapan Presiden ini berubah statusnya menjadi Undang-Undang. Dalam Mukadimah undang-undang ini disebutkan betapa pentingnya pendidikan agama, sebagai mana berikut :

“…Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation dan Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendiri menyelesaikan Revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa Agama adalah unsure mutlak dalam rangka Nation dan Character Building sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. tahun 1960…”

Kemudian dalan pasal 2 tentang Tujuan Pendidikan Nasional disebutkan :

“Tujuan Pendidikan Nasional kita, baik yang di selenggarakan oleh fihak Pemerintah maupun oleh fihak Swasta, dari Pendidikan Prasekolah sampai dengan Pendidikan Tinggi, supaya melahirkan warga negara-warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat Sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila yaitu :
a. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b. Perikemanusiaan yang adil dan beradab.
c. …”

Pengertian yang dapat diambil dari Mukadimah dan paal 2 tersebut di atas adalah betapa besar perhatian pemerintah terhadap pendidikan agama, kata-kata “…Agama adalah unsur mutlak dalam…” menunjukkan bahwa dalam membangun bangsa, pendidikan agama adalah unsur yang paling utama karena akan menunjukkan dan mempertegas bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama.
t. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan
Tap MPRS ini merupakan langkah maju pemerintah dibidang pendidikan agama dimana dalam Tap MPRS ini pendidikan agama dijadikan mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Negeri, sebagai mana bunyi pasal 1 sebagai berikut :
“Mengubah diktum Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat (3), dengan menghapuskan kata-kata “…dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya…” sehingga kalimat berbunyi sebagai berikut “Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas Negeri.”

u. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Bidang Agama dan Kepercayaan Terhaadp Tuhan Yang Maha Esa
Setelah dalam TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 pendidikan agama dijadikan mata pelajaran wajib, maka dalam ketetapan MPR ini pendidikan agama lebih dikuatkan kedudukannya sebagai bagian dari kurikulum sekolah. Bunyi pernyataan tersebut adalah :

“Diusahakan bertambahnya sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan Keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan Agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.”

Demikianlah kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan, khususnya pelaksanaan pendidikan agama antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1975 yang dapat penyusun identifikasi. pembatasan tahun ini dimaksudkan untuk menyesuaikan antara kebijakan pelaksanaan pendidikan agama (Islam) oleh Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan dengan ketentuan hukum yang berlaku pada waktu kebijakan tersebut dikeluarkan.
2. Kebijakan Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan dalam Pelaksanaan PAI di SMP "Remaja" Parakan
Peraturan tertulis dari yayasan sendiri sebagai dasar kebijakan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP "Remaja" Parakan yang dapat teridentifikasi hanya berasal dari dua sumber, yaitu dari Peraturan Dasar/Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan dan Turunan Akta Notaris Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan No. 61 tanggal 17 Juli 1979. Dari kedua sumber tersebut pada dasarnya di dalamnya tidak ada ketentuan atau peraturan yang menjelaskan tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam secara jelas dan pasti, akan tetapi dari peraturan yang terdapat dalam kedua sumber tersebut mempunyai maksud dan semangat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Peraturan Dasar/Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan
Dalam Bab I (Sifat dan Tujuan) pasal 1 (Sifat Pendidikan) dinyatakan bahwa : “Sekolah Remaja bersifat SWASTA NETRAL seperti dimaksud oleh Undang-Undang Pendidikan Bab. IX ps. 13 ayat 1.” Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan :

“Swasta artinya pertikelir, bukan pendidikan yang dibiayai oleh Pemerintah. Netral artinya bukan/tidak condong kepada sesuatu idiologi Partai Politik, dan tidak bersendikan kepada sesuatu agama, tetapi menyelenggarakan pendidikan agama untuk mewujudkan tujuan tsb. Pasal 2, khususnya Sila Pertama dari Pancasila.”

Dari penjelasan pasal 1 di atas tampak jelas bahwa Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan sangat memperhatikan pendidikan agama. Walaupun peraturan ini dibuat pada tahun 1968, bukan berarti pelaksanaan pendidikan agama di SMP "Remaja" Parakan baru dilaksanakan pada tahun tersebut. Menurut penuturan dari berbagi sumber yang berhasil diwawancarai bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP "Remaja" Parakan sudah dilakukan sejak SMP itu berdiri, yaitu tahun 1958, responden tersebut diantaranya adalah :
1) D. Hadi Winoto (Oei Kiem Liang), Kepala Sekolah SMP "Remaja" Parakan sekarang (wawancara 20-09-2004),
2) Po Ing Swan, Kepala Sekolah SMP "Remaja" Parakan periode pertama 1958-1965 (wawancara 21-12-2004),
3) Suhandoko Tanusubroto (Tan Sioe An), Sekretaris Pengurus Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan sekarang (wawancara 21-12-2004),
4) Siti Halimah, Saksi sejarah (wawancara pada awal tahun 2004, tidak ada catatan pasti kapan penyusun wawancara dengan beliau, sebab beliau memberikan informasi mengenai SMP "Remaja" Parakan sebelum penelitian ini dilakukan).
Namun dari berbagai sumber di atas tidak ada yang dapat menunjukkan bukti catatan tertulis maupun cerita atau kesaksian yang menggambarkan bagaimana pelaksanaan PAI pada awal SMP "Remaja" Parakan berdiri. Kendala yang dialami dalam penelusuran ini adalah guru pelajaran agama Islam pertama, yaitu Muchrim telah meninggal dunia dan Po Ing Swan, sebagai kepala sekolah SMP "Remaja" Parakan pada periode pertama mengalami gangguan kesehatan (penyakit Stroke) dan usia yang sudah tua sehingga daya ingatannya lemah.
Kemudian yang dimaksud Undang-Undang Pendidikan Bab. IX ps. 13 ayat 1, dalam pasal 1 Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan menurut penyusun adalah Undang-Undang No. 12 tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia, sebab undang-undang pendidikan yang berlaku pada tahun itu (1968) adalah undang-undang tersebut. Bunyi Bab IX pasal 13 ayat (1) UU No 12 tahun 1954 tersebut adalah : “Atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut sesuatu agama atau keyakinan hidup, maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah partikulir.” Pasal tersebut memberikan kekuatan hukum kepada warga keturunan Tionghoa di Parakan untuk mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan (sekolah).
Kata-kata “…Pasal 2, khususnya Sila Pertama dari Pancasila.” Dalam penjelasan pasal 1 Peraturan Dasar/Rumah Tangga, menurut penyusun adalah pasal 2 dari pengamalan Sila Pertama Pancasila, sebab kata-kata “…Pasal 2,..” bila dihubungkan dengan pasal 2 UU No. 12 tahun1954, pasal 2 UUD 1945 dan/atau pasal 2 dari Peraturan Dasar/Rumah Tangga itu sendiri, tidak ada keterkaitan yang jelas. Keterkaitan yang paling dekat dengan maksud kata-kata tersebut adalah pasal 2 pengamalan Sila Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang berbunyi : “Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.”
Dengan demikian pandangan, sikap dan kebijakan Organisasi Pendidikan "Remaja" (SMP "Remaja") Parakan dalam bidang pendidikan agama sangat jelas, yaitu menyelenggarakan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa-siswanya. Hal ini terkait dengan kebijakan pendidikan semasa masih menjadi THHK, dimana THHK Parakan bukan suatu lembaga pendidikan yang berciri khas agama tertentu (Konghuchu) sebagaimana telah dijelaskan diawal Bab ini.
b. Turunan Akta Notaris Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan No. 61 tanggal 17 Juli 1979
Kebijakan pelaksanaan pendidikan dalam akta ini tersirat dalam pasal 3 yang bunyinya : “Yayasan ini berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (seribu sembilanratus empatpuluh lima) serta bersifat SWASTA NETRAL seperti yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Pendidikan Republik Indonesia bab IX pasal 13 ayat 1.” Dalm akta ini tidak disertai penjelasan pasal-pasalnya. Maksud pasal 3 ini sam dengan penjelasan pasal 1 Peraturan Dasar/Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan. Yang membedakan dengan ketentuan peraturan sebelumnya adalah dalam pasal ini ditambahkan dengan pencantuman asas yayasan, yaitu Pancasila dan UUD 1945.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pelaksanaan PAI di SMP “Remaja” Parakan
Ada tiga sifat penting pendidikan, Pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberi pertimbangan nilai. Hal itu disebabkan karena pendidikan diarahkan pada pengembangan pribadi anak agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan diharapkan masyarakat. Karena tujuan pendidikan mengandung nilai, maka pendidikan harus memuat nilai. Proses pendidikannya juga harus bersifat membina dan mengembangkan nilai. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi menyiapkan anak didik untuk kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung. Kehidupan masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan, karena pendidikan sangat melekat dengan kehidupan masyarakat.
Pada bagian ketiga dari sifat pendidikan yang disebutkan di atas, dapat diambil pengertian bahwa lingkungan masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan, termasuk kebijakannya.
Penggolongan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pendidikan menurut berbagai kalangan terdapat perbedaan, diantaranya adalah penggolongan menurut Sukmadinata, faktor-faktor tersebut adalah : lingkungan masyarakat, fasilitas yang ada, personalia, sistem sosial budaya, politik dan keamanan. Menurut Ali Imron, faktor-faktor tersebut adalah : kondisi sumber alam, iklim, topografi, demografi, budaya politik, struktur sosial dan kondisi ekonomik. Sedangkan menurut Endang Soenarya, ada sepuluh faktor, yaitu : geografi, demografi/lingkungan fisik, agama, fasilitas dan biaya, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pelaksanaan PAI di SMP "Remaja" Parakan yang dapat teridentifikasi antara lain adalah :
1. Hukum
Perubahan THHK Parakan menjadi Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan yang selanjutnya menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan merupakan akibat dari undang-undang yang mengatur pada waktu itu. Perubahan nama tersebut membawa dampak luas terhadap pendidikan yang dijalankan termasuk penetapan kebijakan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Hukum atau undang-undang menjadi faktor paling utama yang mempengaruhi perubahan dan penetapan kebijakan tersebut.
Faktor hukum yang mempengaruhi perubahan nama dan kebijakan di SMP “Remaja” Parakan menurut D. Hadi Winoto (wawancara tanggal 22-09-2004) dan Po Ing Swan (wawancara tanggal 21-12-2004) adalah akibat dari dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1959 atau lebuh dikenal dengan sebutan PP-10. sedangkan menurut hasil penelusuran penyusun, undang-undang yang terkait dengan hal tersebut adalah Surat Biro Pengajaran Asing kepada Inspeksi-inspeksi Daerah Pengajaran Asing tanggal 6 Januari 1958 No. 15/DIV/1958 tentang Peraturan Penjaluran Murid-murid dari Sekolah Asing ke Sekolah Nasional dalam Kelas yang Setingkat. Isi peraturan tersebut antara lain :
a. Dari Sekolah Cina (Siao Hsuch) kelas 1 sampai kelas 6 dapat pindah ke SR kelas 1 sampai kelas 6.
b. Dari Sekolah Menegah Pertama Cina (Chu Chung) kelas 1 sampai kelas 3 ke SMP kelas 1 sampai kelas 3.
c. Dari Sekolah Menengah Atas Cina (Kao Chung) kelas 1 sampai kelas 3 ke SMA kelas 1 sampai kelas 3.
PP-10 atau Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1959 tentang Larangan Bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing di luar Ibu Kota Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Karisidenan., apabila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi kebijakan pendidikan SMP “Remaja” Parakan sangatlah jauh dan tidak ada kaitan, sebab :
a. Peraturan ini ditetapkan tanggal 16 Nopember 1959,
b. Peraturan ini ditujukan bagi usaha perdagangan, peraturan ini juga dikenal dengan Peraturan Pedagang Kecil dan Eceran (PPKE),
c. Peraturan ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 1960.
Berdasarkan dari ketiga alasan di atas, maka menurut pandangan penyusun peraturan tersebut (PP-10) tidak relevan apabila dijadikan alasan atau faktor diubahnya THHK Parakan menjadi Organisasi Pendidikan “ Remaja” Parakan. Po Ing Swan ketika dimintai keterangan tentang hal ini, beliau tetap dalam pendiriannya bahwa PP-10 adalah faktor utamanya, kata beliau : “kami (pengurus sekolah THHK Parakan) sudah mencium akan adanya peraturan yang melarang sekolah asing, yaitu PP-10, makanya walaupun dikeluarkan tahun 1959 kami sudah mengantisipasinya.” D. Hadi Winoto juga mengatakan : “yang melandasi dibubarkannya THHK Parakan adalah PP-10.” Dugaan penyusun, mereka tidak mengetahui apabila ada peraturan lain yang mengatur tentang perubahan sekolah asing. Dugaan kedua yaitu mereka lebih merasa dampak yang besar dari dikeluarkannya PP-10 tersebut, sebab mereka adalah warga keturunan Tionghoa yang rata-rata bekerja sebagai pengusaha dan PP-10 tersebut memang lebih diarahkan kepada pengusaha Tionghoa.
Peraturan yang relevan dengan perubahan THHK Parakan menjadi Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan adalah Surat Biro Pengajaran Asing kepada Inspeksi-inspeksi Daerah Pengajaran Asing tanggal 6 Januari 1958 No. 15/DIV/1958 tentang Peraturan Penjaluran Murid-murid dari Sekolah Asing ke Sekolah Nasional dalam Kelas yang Setingkat, sebab :
a. Peraturan ini ditetapkan tanggal 6 Januairi 1958,
b. Peraturan ini mengatur tentang penjaluran atau perpindahan sistem dari sistem pendidikan asing kepada sistem pendidikan nasional Indonesia.
Berdasarkan pada kedua alasan tersebut di atas, maka cukup relevan dan menguatkan pendapat penyusun seperti yang telah dikemukakan dalam Bab II Gambaran Umum penelitian ini. Temuan dan pendapat penyusun juga dikuatkan oleh pendapat Suhandoko Tanusubroto. Ketika penyusun melantarkan pertanyaan “Apakah yang menyebabkan THHK Parakan diubah menjadi Yayasan Pendidikan “Remaja” Parakan?” beliau awalnya menjawab : “karena ada PP-10”, sebelum sempat penyusun mencoba memaparkan temuan tentang adanya peraturan lain, beliau berkata : “Mas, tulisan anda benar, bukan PP-10 tetapi peraturan yang anda tulis dalam proposal ini.” Pendapat ini semakin menguatkan pendapat dan temuan penyusun, disisi lain penyusun dalam penelusuran undang-undang pendidikan tidak menemukan undang-undang atau peraturan yang lainnya.
Dengan perubahan ini, maka sistem pendidikan yang dielenggarakan oleh Organisasi Pendidikan “Remaja” Parakan sama dengan sistem pendidikan nasional di Indonesia.
2. Politik
Campur tangan pemerintah sangat terasa dalam lembaga pendidikan ini, dimana mulai dari pendirian Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan sudah didukung dan mendapat restu dari pejabat pemerintahan yaitu Wedana Parakan (Camat). Kondisis politik di Indonesia sangat brpengaruh besar dalam kelancaran penyelenggaraan pendidikan di SMP "Remaja" Parakan ini, tercatat beberapa kali yayasan meminta perlindungan kepada penguasa pada waktu itu, Wedana Parakan, Kodim 0603 Temanggung, Kodim 0706 Temanggung bahkan yayasan pernah di bawah perlindungan Pemerintah Daerah Tingkat II Temanggung. Pengalihan kekuasaan atau pimpinan lembaga tersebut seiring dengan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di Indonesia seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II.
Nuansa politik juga terlihat jelas dalam Peraturan Dasar/Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan yang dibuat oleh pengurus sekolah, yang pada waktu itu ketuanya dipimpin oleh seorang tentara yang ditugaskan oleh Kodim 0706 Temanggung yaitu Peltu. Suseno dan diketahui serta disahkan oleh Komandan Distrik Militer 0706 selaku Pembantu Pelakasna Kuasa Perang, Letnan Kolonel Infanteri R. Sudarsono H. dalam isi Peraturan Dasar/Rumah Tangga Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan yang terlihat kental nuansa politiknya adalah dalam rumusan Tujuan Pendidikan pasal 2 ayat (1) yang berbunyi : “Melahirkan Warga Negara-Warga Negara Indonesia yang berjiwa Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ber Pancasila secara murni dan konsekwen melaksanakan UUD 1945, dan bersikap mental ORDE BARU.” .
3. Agama
Kota Parakan tempat SMP “Remaja” berada, merupakan sebuah daerah yag mayoritas penduduknya beragama Islam dan dikenal sebagai kota ulama. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, kota Parakan terkenal dengan kesaktian Bambu Runcingnya. Dengan demikian faktor agama ini sedikit banyak mempengaruhi dikeluarkannya kebijakan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMP "Remaja" Parakan tersebut.
4. Sosial
Kehidupan dan lingkungan warga keturunan Tionghoa di kota Parakan berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Di kota Parakan tidak ada istilah “Pecinan” atau daerah orang-orang Cina, warga keturunan Tionghoa di kota Parakan menyatu dengan warga pribumi (Jawa) lainnya. Jadi pemisahan atau pengkotak-kotakan status sosial di kota Parakan –menyangkut warga keturunan Tionghoa dan pribumi Jawa- tidak ada, sehingga warga keturunan Tionghoa sama seprti halnya warga pribumi.
Dengan berubahnya status THHK Parakan yang pada awalnya merupakan sekolah khusus bagi anak-anak keturunan Tionghoa menjadi Organisasi Pendidikan "Remaja" Parakan yang membuka sekolah umum, maka warga pribumi Jawa yang nota bene beragama Islam, mau tidak mau harus diberikan Pendidikan Agama Islam.
5. Sejarah
Sejarah hubungan antara Cina-Jawa-Islam atau lebih dikenal dengan sebutan Sino-Javanese Muslim Culture menunjukkan bahwa Cina, Jawa dan Islam tidak dapat dipisahkan dalam kajian sejarah penyebaran Islam di pulau Jawa. Bahkan dalam buku Arus Cina-Islam-Jawa karya Sumanto Al Qurtuby, yang merupakan hasil tesisnya, ditemukan adanya pandangan yang menyatakan Islam Indonesia, khususnya Jawa datang dibawa oleh pengembara dari Cina, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Teori Cina”.
Hal senada juga disampaikan oleh H.J. de Graff, dkk (1998) “Pengislaman Jawa pada abad ke-15 adalah akibat intervensi Cina terhadap kerajaan Jawa yang dilakukan oleh Laksamana Cheng Ho ketika melakukan ekspedisi lautnya.
Sejarah lokal Parakan juga menggambarkan hal demikian, seperti yang dikisahkan oleh Suhandoko Tanusubroto, bahwa pada jaman penjajahan antara pejuang Hisbullah dengan warga Tionghoa di kota Parakan bersama-sama dalam mengusir penjajah. Warga Tionghoa bertugas sebagai mata-mata dan menyediakan keperluan surat menyurat (kertas dan tinta) bagi pejuang Hisbullah. Pengalaman sejarah tersebut berdampak besar dalam kehidupan kerukunan dan kerja sama antara warga Tionghoa dengan warga pribumi (Jawa) hingga saat ini
D. Pelaksanaan PAI di SMP “Remaja” Parakan
Pelaksanaan pendidikan agama, khususnya agama Islam di SMP "Remaja" Parakan dilakukan sejak SMP itu berdiri dan penyelenggaraannya didasarkam pada sifat pendidikannya yang netral yaitu sebagai lembaga pendidikan umum yang bukan berdasarkan kepada sesuatu agama, akan tetapi menyelenggarakan pendidikan agama, sebagai mana telah dijelaskan dalam pertengahan bab ini. Pelaksanaan pendidikan agama di SMP "Remaja" Parakan secara umum sudah berjalan dengan baik.
Kebijakan-kebijakan pelaksanaan pendidikan agama secara umum (semua agama) dalam dataran praktis di SMP "Remaja" Parakan, adalah sebagai berikut :
1. Demi keadilan, kerukunan dan keterbatasan lahan yang ada, maka Yayasan Pendidikan "Remaja" (SMP "Remaja") Parakan tidak menyediakan atau membangun tempat ibadah (masjid, gereja, wihara dan tempat ibadah lainnya).
2. Memberikan kebebasan kepada pengurus, guru, karyawan dan siswa menjalankan agama dan ibadahnya menurut agama dan keyakinanya masing-masing.
3. Mempersilahkan penggunaan fasilitas (ruang kelas atau gedung pertemuan) untuk beribadah (shalat, kebaktian dan lainnya) serta acara-acara keagamaan lainnya yang sejalan dengan tujuan pendidikan agama.
4. Mengadakan peringatan hari-hari besar keagamaan bagi semua agama yang dianut dalam lingkungan SMP "Remaja" Parakan.
5. Setiap hari Jum’at pada jam 06.30-07.00 diadakan IMTAK yaitu ceramah keagamaan yang bertujuan untuk menambah keimanan dan ketakwaan siswa disesuaikan dengan agama masing-masing.
6. Bagi siswa muslim pada setiap hari Jum’at diadakan shalat Jum’at di sekolah
Pengamatan (observasi) pelaksanaan PAI yang dilakukan penyusun pada hari Rabu tanggal 22 September 2004 di kelas IIA dan IIB jam 11.00. Secara umum dalam proses pembelajaran PAI dikelas ini, hampir sama dengan proses pembelajaran PAI di sekolah-sekolah umum lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pembelajaran PAI dijelaskan dibawah ini :
1. Materi
Untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI yang telah ditetapkan, sudah tentu diperlukan materi atau bahan pengjaran PAI yang sesuai untuk mencapai tujuan. Selain itu berhasil atau tidaknya proses pembelajaran PAI banyak pula ditentukan oleh materi yang disampaikan kepada siswa.
Materi PAI yang diajarkan dalam proses pembelajaran PAI di SMP "Remaja" Parakan adalah sebagaimana yang tercantum dalam buku PAI untuk kelas II yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia dan buku penunjang lainnya.
Ruang lingkup program pengajaran PAI kelas II sesuai kurikulum 1994 secara garis besar adalah :
a. Siswa meyakini dan mengimani rasul Allah dan hari kiamat dengan mengetahui dalilnya.
b. Siswa mampu melaksanakan shalat jamak, shalat qasar, shalat sunat, zikir, do’a dan puasa dengan mengetahui dalilnya.
c. Siswa mampu membaca, menyalin, mengartikan dan menyimpulkan kandungan Al-Qur’an ayat pilihan.
d. Siswa mengetahui dan memahami ajaran Islam tentang cinta ilmu pengetahuan dan menghindari penyakit hati.
e. Siswa mampu memedomani aturan tentang penyembelihan hewan, udhiyah, utang-piutang, sewa-menyewa serta hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan sehari-hari.
f. Siswa mampu mengambil manfaat dari sejarah perkembangan Islam sejak masa Khulafaur Rasyidin sampai dengan zaman pertengahan.
2. Metode
Dalam proses pembelajaran, metode merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dikehendaki. Demikian juga dalam pembelajaran PAI, maka didalam menyajikan materi PAI diperlukan adanya metode yang bervariasi dan tepat.
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI di SMP "Remaja" Parakan, sebagaimana dikatakan oleh guru agama, Chambali adalah metode ceramah, Tanya jawab dan pemberian tugas.
3. Alokasi Waktu
Alokasi waktu atau jumlah jam pelajaran PAI di SMP "Remaja" Parakan adalah 3 (tiga) jam pelajaran, yang terdiri dari 2 (dua) jam pelajaran (2X45 menit) sesuai dengan ketentuan kurikulum 1994 dan 1 (satu) jam pelajaran (30 menit) berdasarkan surat edaran dari Bupati Temanggung.
Selengkapnya mengenai alokasi waktu atau jadwal pelajaran PAI di SMP "Remaja" Parakan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL X
Jadwal Mata Pelajaran PAI
No. Hari Jam Kelas
1. Senin 07.45 – 08.30 IIIA&IIB
09.30 – 10.15 IA
10.15 – 11.00 IB
11.00 – 11.45 IIA&IIB
12.45 – 13.30 IIIC
2. Rabu 07.00 – 07.45 IC
08.30 – 09.15 IIIA&IIIB
10.15 – 11.00 IIC
11.00 – 11.45 IIA&IIB
12.00 – 12.45 IA
12.45 – 13.30 IB
3. Jum’at 06.30 – 07.00 Semua Kelas
07.00 – 07.45 IIC
08.30 – 09.15 IIIC
10.35 – 11.00 IC



BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil pembahasan penelitian skripsi ini dapat dimbil beberapa simpulan, diantaranya adalah :
1. THHK Parakan dalam usaha penyelenggaraan pendidikannya berbeda dengan THHK-THHK di kota-kota lainnya di seluruh Indonesia, yaitu menjadikan THHK sebagai lembaga pendidikan umum, bukan lembaga pendidikan agama Konghuchu.
2. Keputusan THHK Parakan sebagai lembaga pendidikan netral juga diikuti oleh Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan., yaitu Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan bukan sebagai lembaga pendidikan yang berdasarkan agama, akan tetapi menyelenggarakan pendidikan agama.
3. Kebijakan pelaksanaan PAI di SMP "Remaja" Parakan diputuskan dan dilaksanakan sejak SMP itu berdiri, yaitu tahun 1958. Kebijakan ini tidak terpengaruh oleh undang-undang pendidikan , sebab undang-undang yang berlaku pada waktu itu hanya mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah negeri sedangkan SMP "Remaja" Parakan adalah sekolah swasta.
4. Penyebab perubahan atau pergantian THHK menjadi Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan adalah karena adanya peraturan dari pemerintah, yaitu Surat Biro Pengajaran Asing kepada Inspeksi-inspeksi Daerah Pengajaran Asing tanggal 6 Januari 1958 No. 15/DIV/1958 tentang Peraturan Penjaluran Murid-murid dari Sekolah Asing ke Sekolah Nasional dalam Kelas yang Setingkat, bukan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1959 tentang Larangan Bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing di luar Ibu Kota Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Karisidenan yang selama ini diketahui.
5. Salah satu faktor utama dikeluarkannya kebijakan pelaksanaan PAI di SMP "Remaja" Parakan adalah sejarah perjalanan dan hubungan yang baik antara warga keturunan Tionghoa dengan warga kota Parakan khususnya umat Islam sejak jaman sebelum Indonesia merdeka.
6. Pelaksanaan PAI di SMP"Remaja" Parakan mendapat perhatian yang besar, diantaranya adalah diadakannya shalat Jum’at berjamaah di sekolah. Ini berkaitan dengan jumlah siswa beragama Islam yang mencapai ± 75% dari seluruh siswa serta inisiatif dari para guru yang beragama Islam.

B. Saran
1. Kepada Yayasan Pendidikan "Remaja" Parakan dan SMP "Remaja" Parakan.
a. Hubungan baik yang telah tercipta dan terbina antar agama, khususnya dengan umat Islam di lingkungan yayasan dan sekolah, supaya dipertahankan dan ditingkatkan dalam berbagai aspek kehidupan.
b. Dalam bidang administrasi, khususnya pencatatan mengenai data sekolah supaya lebih ditertibkan dan disempurnakan.
2. Kepada Pemerintah, Lembaga Pendidikan Negeri dan Swasta lain.
a. Dalam mengeluarkan kebijaksanaan atau kebijakan tentang pelaksanaan pendidikan agama harus melihat berbagai aspek agar tidak merugikan pihak lain.
b. Lembaga pendidikan swasta yang masih belum melaksanakan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut siswanya supaya mentaati peraturan perundang-undangan pendidikan yang berlaku.

C. Kata Penutup
Alhamdulillah, berkat rahmat, nikmat kesehatan dan hidayah Allah penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusun menyadari akan kemampuan dan keterbatasan pengetahuan, sehingga tentunya banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penyusun mengharap saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Kepada semua pihak yang turut membantu sehingga dapat memperlancar penyusunan skripsi ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Do’a penyusun, semoga bantuan dari semua pihak yang telah dicurahkan kepada penyusun menjadi amal kebajikan yang diridloi Allah swt. dan mendapat balasan yang berlipat ganda.
Akhirnya penyusun berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya. Amin.

(Diumpamakan Pasien Tuna Rungu Wicara Total akan tetapi dia mampu memahami Bahasa Isyarat Vokal dan Abjad Jari)

Pasien sudah dirawat inap, kemudian Anda ditugaskan untuk memeriksa ulang kondisi Pasien sekaligus memberikan obat yang telah ada pada resep sebelumnya.

1.  Perawat masuk ke kamar pasien

2.  Memberikan salam (Assalamua’alaikum/Selamat pagi,siang/malam)

3.  Perawat memperkenalkan diri

4.  Perawat menanyakan identitas pasien (nama, alamat,umur)

5.  Perawat menanyakan keluhan/rasa sakit yang masih diderita pasien

6.  Pasien masih merasa sakit perut (Maag) dan sakit kepala

7.  Perawat melakukan pemeriksaan (suhu badan,tekanan darah,memeriksa perut) sekaligus diterangkan hasilnya.

8.  Memberikan obat dan menerangkan aturan pemakaiannya

a.  Obat sakit perut (Maag) diminum 3Xsehari (pagi, siang, malam), 15 menit sebelum makan

b.  Obat sakit kepala diminum 3Xsehari (pagi, siang, malam) setelah makan

9.  Berpamitan

Cat:

1.    Isi dialog di sesuaikan standar kebiasaan ketika perawat menengani pasien.

2.    Jangan terpaku dengan bahasa isyarat, intinya bagaimana pasien memahami apa yang perawat instruksikan.

3.    Penilaian utama pada teknik+performa seorang perawat dalam menangani pasien tuna rungu wicara

;;